Label

Jumat, 19 Agustus 2011


Selingkuh dan Perempuan

23:38. Tulisan ini dibuat, sambil ditemani sebtang rokok. Mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan dan bahasa yang tidak begitu baik karena saya kurang begitu paham tentang EYD dalam bahasa Indonesi, sebagi buktinya mata kuliah sastra saya mendapatkan nilai yang kurang memuasakan. “Maaf ya sedikit curhat hehehehe” .
Selingkuh dan perempuan, judul yang tepat untuk mengawali pemikiran ini sehingga tertuang lewat jemari tangan dalam pengetikan. Dan diskusi yang dilakukan dalam ibadah AM GPM  ranting Diaspora menjadi titik tolak kenapa penulisan ini merasa perlu.
Saya akan sedikit mencaritakan tentang diskusi yang dibawakan. Dalam diskusi ini terdapat realita sepasangan suami isteri yang memiliki kedua orang anak, dalam proses yang panjang sang suami berselingkuh, kemudian sang pemimpin ibadah yang sekaligus telah membawakan diskusi menanyakan tiga pertanyaan. Pertanyaan yang menjadi penting bagi saya adalah bagaimana sikap seorang isteri ketika mendengar dari sang suami kalau suminya telah berselingkuh. Banyak jawaban yang disampaikan, namun hal yang menarik adalah pada jawaban saudari-saudariku (perempuan). Yaitu,  Maafkan, mau bagimana lae kalau seng bagini b ana dua bagimana, b maafkan sebab ada tertulis apa yang disatukan Tuhan tidak dapat dipisahkan, b butuh waktu, dan tidak segan-segan ada pula yang menjawab b menerima dengan aktif (ada pot bunga di samping b lempar dolo, b kasi kaluar samua baru nanti dudu bicara bae-bae). Jawaban-jawaban ini menjadi hal yang cukup jujur dan disisi lain menjadi suatu pemikiran yang tidak adil terhadap kaum perempuan. Entah karena budaya patriakhi[1] sehingga membentuk cara pandang perempuan, ataukah pengaruh Alkitab yang sebenarnya dalam proses penulisannya terbungkus oleh budaya patriakhi (bnd 1kor 14: 34). Era saat ini timbul pemikiran-pemikiran baru oleh tokoh-tokoh perempuan yang menyuarakan tentang GENDER[2], atau kesetaraan. Apakah jawaban di atas ini mengindikasikan kesetaraan. Marah kecewa dan sebagainya adalah hal yang manusiawi namun jawaban yang “menerima”, manusiawikah jawaban ini ataukah suatu ketakutan dari teman-temanku ini namun bisa juga karena cinta. Namun pertanyaan selanjutnya sampai kapan perempuan harus menjadi korban, dalam penulisan ini saya tidak akan menawarkan kekerasan dan juga penerimaan secara sukarela yang berlandaskan ketakutan dan Cinta saja. Untuk itu saya merasa perlu untuk melihat arti selingkuh dan perempuan dalam poin berikutnya.

Selingkuh
Apa sih selingkuh ini?, dalam konteks pacaran kadang kita selaku pemuda-pemudi melakukan hal demikian, namun benarkah dalam proses berpacaran ini dinamakan selingkuh dan dapat disamakan dengan konteks pernikahan. Saya penulis meminta maaf tidak dapat mendefenisikan arti selingkuh ini dengan baik menurut pemikiran para ahli dan kamus bahasa indonesia. Namun saya akan mencoba mengartikan kata selingkuh dengan pandangan saya sendiri, dan semoga ketika karya tulis ini natinya di posting melalui blog saya. Saudara-saudari boleh menambahkan arti selingkuh menurut pandangan saudara-saudari.
Selingkuh bagi saya adalah suatu perbuatan “penghianatan” terhadap suatu janji yang suci, selingkuh juga mengindikasikan tentang perbuatan seseorang (laki-laki maupun perempuan) yang tidak merasa puas dengan apa yang dia “miliki”, selingkuh juga adalah suatu hal yang manusiawi, proses yang mendebarkan, menyenangkan namun dalam waktu sesaat. Pernahkah kita merasakan hal seperti ini, huuuuuuuuuuuuuuuuuuffffffff, relatif untuk menjawab proses ini. dan saya berharap nantinya ketika kita telah terikat dengan janji suci dalam altar pernikahan hal seperti ini tidaklah terjadi. Namun bila terjadi yaaaaaaaaaaaa selamat menikmati persaaan yang mendebarkan dan menyenangkan dalam waktu sesaat.
Berbicara tentang selingkuh juga merasa penting untuk saya menanyakan kenapa proses perselingkuhan ini terjadi, dari jawaban salah seorang pembinan AM GPM ranting diaspora, hal ini terjadi karena efisiensi waktu, yang mana waktu berkumpul dengan keluarga sangat sedikit ketimbang waktu bersama teman-teman di tempat kerja. untuk itu kedekatan menjadi berubah dan menciptakana dilema dalam perasaan (kalimat terakhir tambahan dari saya). Namun disisi lain kata seorang dosen saya perselingkuhan adalah akibat, yang mana ketika kenyamanan tidak lagi ditemukan dalam keluarga maka seseorang akan mencari tempat yang menurut dia lebih nyaman. Misalnya, pacar yang posesif apakah kita nayaman?, isteri atau suami yang sukanya marah-marah, apakah ini nyaman. Saya pribadi akan menjawab TIDAAAAAAAAAAAAAAAK. Hehehehehehehe......... mari kita mengoreksi diri kita lebih awal sebelum perselingkuhan ini terjadi (lebih baik mencegah dari pada mengobati).

Perempuan
Dalam mengartikan istilah perempuan teknisnya tidak jauh berbeda dengan penjelasan diatas, saya akan mencoba mengartikannya dengan pandangan saya sendiri. perempuan adalah ibu saya, adik saya (viona), saudari-saudari saya dalam AM, “sahabat terbaik saya dikampus maupun SMA dulu” dan perempuan adalah “pacar”?????? saya yang nantinya akan menjdai isteri saya...... heheheheheh www.ngarep.com .... menurut cerita dalam Alkitab perempuan diciptakan, ketika Tuhan melihat kalau laki-laki tidak seharusnya sendiri, dan kemudian diambil tulang rusuk dari laki-laki hingga Tuhan menciptakan makhluk yang adalah perempuan. Bagi saya proses terjadinya perempuan bukanlah hal yang biasa, yang berambut panjang dan disebut perempuan bagi saya adalah anugrah[3], adalah hadiah Tuhan kepada laki-laki. Tanpa sosok perempuan laki-laki hanyalah sendiri dan hampa. Uniknya lagi kenapa Tuhan menciptkana perempuan dari tulang rusuk, bagi saya tulang rusuk manusia terdapat ditengah-tengah tubuh manusia untuk itu perempuan bukanlah makhluk yang tertinggi dari laki-laki dan apalagi dibawah laki-laki. Tengah mengindikasikan kesetaraan, coba kita berpikir sesaat ketika kita merangkul memeluk dan menjaga seseorang posisi yang paling nyaman adalah ketika orang itu berada tepat di tulang rusuk kita. Maka saya meras sudah jelas bahwa perempuan adalah hadiah, sama atau setara (tengah) dan perlu pelukan dan perlindungan oleh sosok laki-laki.
Namun disisi lain saya penulis juga harus mengakui bahwa sosok seorang perempuan memiliki perasaan yang lebih kuat ketimbang laki-laki, karena perempuan cendrung berfikir dengan air mata, ketimbang fisik, ini bukanlah suatu cara yang cengeng[4]. Namun kelebihan yang diberikan oleh Tuhan kepada sosok perempuan. Seorang perempuan ketikan menegluarkan air mata maka ia akan merasa lega, dan laki-laki sendiri jarang untuk mengeluarkan air mata malahan lebih ke arah miras, sentuhan fisik (baku pukul) dan tidak jarang ujung-ujungnya selingkuh. Maka kesimpulan yang kita dapat adalah perempuan lebih setia ketimbang laki-laki.

Jawaban kasus
Jawaban untuk pertanyaan dalam kasus yang didiskusikan dalam ibadaha AM GPM ranting Diaspora (18 Agustus 2011), dari sedikit pengertian dan refleksi selingkuh dan perempuan di atas adalah pertama kita harus menyadari siapa sosok perempua itu, kemudian bagaimana kita memahami arti pernikahan yang adalah janji suci antara laki-laki dan perempuan yang seharusnya bukan menjadi momok untuk ditakuti tetapi menjadi motifasi sebagai tanggung jawab bersama. Dan dalam kasus ini selingkuh telah terjadi bagaimana sikap perampuan untuk menjawab ini. Dalam hal ini saya akan mencoba menjawab dalam dua sosok. Yang pertama menempatkan diri sebagai seorang perempuan. Dan berani memaafkan sosok laki-laki yang berselingkuh ini bukan karena takut dan terlanjut cinta tetapi memaafkan sebagai sosok perempuan yang berhikmat, dan perempuan yang memiliki kekuatan (super womeman), yang berfikir dengan perasaan yang sejati (butuh kesendirian dan perenungan). Jawaban yang kedua, saya akan menempatkan diri sebagai sosok laki-laki yang melihat  kasus ini. wahai anugrah Tuhan yang terindah (perempuan) janagan pernah takut dengan statusmu, jadilah motifator bagi semua makhluk, sebab dirimu (perempuan) bukanlah sosok yang lebih rendah atau lebih tinggi, tapi dirimu adalah sosok yang akan di puji dan dilindungi, untuk itu janagn pernah berkecil hati dan takut untuk merubah dunia.......
....................................... 02:25..................................... saya kehabisan kata untuk mengungkapkan sosokmu (perempuan)......... tulisan ini dibuat untuk saudara dan saudariku yang berani menyuarakan perempuan dan mencintai sosok perempuan dengan tulus..................... (^_-)...... .....AM GPM ranting Diaspora .......Tete Manis Sayang.........02:30...



[1] Patriakhi adalah salah satu budaya yang di antut oleh masyarakat dulu bahkan hingga saat ini, yang mana dalam prosesnya laki-laki menjdai lebih penting ketimbang perempuan. 
[2] Gender adalah jenis kelamin sosial, lebih jelasnya adalah kesetaraan antara laki-laki dan perempuan
[3] Anugrah adalah pemberian Allah dengan sukarela dan bagaimana kita menghargai pemberian Allah itu.
[4] Cengeng adalah salah satu istilah yang dipakai dalam masyarkat ambon (maluku) untuk menunjukan kalau orang tersebut sering mengeluarkan air mata.

Selasa, 16 Agustus 2011

konseling lintas budaya

PEMBAHASAN

A.    Dinamika Masyarakat dan Transformasi  Kebudayaan
Disadari atau  tidak, dinamika masyarakat berlangsung begitu cepat.  Dinamika masyarakat dan transformasi sosio-kultural disebabkan oleh kemajuan peradaban manusia, terutama kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peradaban masyarakat dunia, mengalami beberapa gelombang  transformasi, dimulai dengan peradaban agrikultural dan industrial baru kemudian peradaban informasi. Peradaban informasi ini, melahirkan era “globalisasi”. Dalam era globalisasi ini, manusia mengalami perubahan yang begitu cepat dalam segala hal. Globalisasi meningkatkan pluralitas dalam segala hal, meningkatkan mobilitas baik dalam hal arus barang, layanan, modal, ide, budaya, manusia dan sebagainya. Dengan demikian, globalisasi memungkinkan pertemuan manusia dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda, dalam satu lokasi atau wilayah. Dalam era globalisasi ini, manusia mengalami perubahan yang begitu cepat dalam segala hal. Misalnya, dari aspek ekonomi, berkembang perdagangan bebas, kerja sama regional dan internasional. Dalam aspek politik, proses globalisasi merupakan proses demokratisasi dan muncul kesadaran akan penegakan HAM, dan banyak contoh lain.
Menghadapi dinamika dan perubahan tersebut, tidak semua masyarakat memiliki kemampuan yang sama. Ada masyarakat yang dapat menyesuaikan, mengantisipasi dan menghadapi perubahan, tetapi ada pula yang tidak mampu. Sehingga, menyebabkan mereka mudah mengalami ketegangan dan tidak tahu arah. Bersama perubahan yang besar dan cepat dalam masyarakat, terbawa pula perubahan budaya dengan nilai-nilainya. Melihat adanya dinamika yang terjadi dalam masyarakat dan transformasi budaya tersebut, maka konseling lintas budaya atau konseling multi budaya (counseling a cross culture) menjadi nyata relevansinya dan urgensinya untuk diterapkan dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Karena itu, Mukthar Bukhori menyarankan bahwa layanan BK mengenai transformasi sosial, budaya, yaitu layanan BK yang terkait dengan adanya perubahan sosial budaya, serta mempertimbangkan kondisi sosial budaya.
B.                 Latar Belakang Konseling Lintas Budaya
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memicu lajunya perkembangan peradaban manusia, yang berdampak pada mobilitas penduduk, modal, nilai dan ideologi dsb. dari suatu tempat ke tempat yang lain. Akibatnya, tercipta suatu pemukiman dengan beragam budaya. Keragaman budaya ini pada kondisi normal dapat menumbuhkan keharmonisan hidup, namun dalam kondisi bermasalah dapat menimbulkan hambatan dalam berkomunikasi dan penyesuaian antar budaya.
Adanya keragama budaya merupakan realitas hidup, yang tidak dapat dipungkiri mempengaruhi perilaku individu dan seluruh aktivitas manusia, yang termasuk di dalamnya adalah aktivitas konseling. Karena itu, dalam melakukan konseling, sangat penting untuk mempertimbangkan budaya yang ada. Namun, dalam kenyataannya, kesadaran budaya dalam praktek konseling masih sangat kurang. Hal ini sangat berbahaya konseling yang tidak mempertimbangkan budaya klien yang berbeda akan merugikan klien. Menurut Freire, pendidikan yang tidak melihat budaya klien adalah pendidikan yang menindas. Kesadaran budaya harus menjadi tujuan pendidikan, termasuk konseling yang lebih mengena.
Dua komponen pokok dalam konseling yaitu klien dan konselor. Hubungan klien dan konselor selalu dipengaruhi oleh budaya dan latar belakang sejarah klien dan latar belakang sejarah konselor.  Komponen lain yang juga penting dalam konseling yaitu teori, tempat layanan dan proses konseling. Tempat layanan konseling berlangsung juga mempunyai nilai budaya sendiri yang juga penting dipertimbangkan dalam melakukan konseling.
Seluruh komponen konseling ini membentuk proses konseling dan perumusan tujuan konseling yang diwarnai budaya klien, konselor, lingkungan dan teori yang digunakan. Dalam perkembangannya, hampir selalu menggunakan pendekatan yang sarat nilai-nilai barat, karena itu pendekatan yang digunakan tidak selalu efektif dipraktekkan, terutama dalam setting yang berbeda dengan budaya barat. Kenyataan seperti ini yang mendorong beberapa tokoh konseling (1970) untuk mengembangkan konseling lintas budaya.
Dari uraian ini, dapat disimpulkan beberapa latar belakang perlunya konseling lintas budaya:
·                     Adanya kecenderungan budaya global dan transformasi budaya sehingga  
            masyarakat semakin majemuk dengan keragaman budayanya
·                     Setiap budaya membentuk pola kepribadian, pola bertingkah laku secara
            khusus, termasuk dalam proses konseling
·                     Adanya proses akulturasi atau percampuran antar budaya
·                     Adanya berbagai keterbatasan, hambatan dalam praktek konseling yang
            selama ini dilakukan, terutama pendekatan-pendekatan yang sarat nilai-nilai
            barat, yang kurang mempertimbangkan aspek budaya yang lain
·         Adanya berbagai pendekatan konseling yang bersumber dari nilai-nilai budaya asli masyarakat dan berkembang dalam praktek konseling di masyarakat
C. Pengertian konseling lintas budaya
Sekitar tahun 1970 gagasan tentang konseling lintas budaya ini mulai muncul namun belum begitu dikenal karena tulisan-tulisan tentang konseling lintas budaya masih sangat minim, sehingga formulasi yang mapan belum ditemukan. Dampak dari hal ini maka orang-orang mulai menyalah artikan konseling lintas budaya, mengkritisi dan sebagian orang bersikap skeptis.
Bila dilihat secara singkat dan membaginya dalam dua istilah maka konseling lintas budaya diartikan sebagai konseling yang dilakukan dalam budaya yang berbeda. Dalam kutipan para ahli, Tolbert, Belkin dan Brammer mengemukakan bahwa pada umumnya koseling menekankan pada permasalahan dan penghargaan pada keunikan klien, penentuan diri sendiri, nilai kebebasan, aktualisasi, potensi, orientasi masa depan, peningkatan martabat semua tanpa melihat budaya .
Ada beberapa elemen yang sama bila dilihat dalam mendefenisikan konseling, antara lain:
Ø Konseling adalah hubungan antar pribadi,
Ø Konseling adalah suatu proses,
Ø Konseling dirancang untuk membantu induvidu membuat keputusan
                        dan memecahkan masalah, dan
Ø Dalam konseling terlibat dua orang atau lebih yang di dalamnya, yaitu    
                        konselor dan klien.
Dari pengertian-pengertian di atas tidak terlihat secara eksplisit kata kebudayaan disebutkan dalam defenisi konseling, namun kenyataan yang ada kita adalah manusia yang hidupdi dalam budaya tertentu, bahkan menjadi pelaku-pelaku dalam proses konseling karena itu dapat dikatakan kebudayaan itu ada dalam individu-individu yang terlibat dalam konseling, bahkan segala aspek dalam konseling terkait dengan budaya.
Dalam konseling lintas budaya ada juga permasalahn yang muncul yaitu perbedaan pengertian. Misalnya, ada beberapa parah Ahli yang mengemukakan bahwa proses konseling lintas budaya adalah konseling yang diberikan kepada mereka yang sama budayanya dengan konselor, namun memiliki peranan yang berbeda. Disisi lain salah seorang ahli mengemukakan bahwa konseling lintas budaya terjadi apabila suatu proses konseling terdapat perbedaan budaya antara konselor dan klien. Perbedaan antara keduanya muncul sebagai suatu proses hasil sosialisasi dalam kebudayaan yang berbeda (locke, 1990).
Asumsi dasar konseling lintas budaya adalah bahwa individu yang terlibat dalam konseling itu hidup dan dibentuk oleh lingkungan budaya, baik keluarga maupun masyarakat. Perbedaaan yang dimiliki sebenarnya meliputi berbagai macam hal misalnya agama, jenis kelamin, pekerjaan, suku bangsa dan lainnya. Disamping itu faktor masyarakat menjadi hal yang begitu penting.  Untuk itu dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara konselor dan klien bukan hanya mencakup bangsa tetapi juga mencakup aspek kebudayaan yang luas.
Dengan uraian-uraian diatas maka kita dapat mendefenisikan konseling lintas budaya sebagai suatu proses konseling yang melibatkan antara konselor dan klien yang berbeda budayanya, dan dilakukan dengan memperlihatkan budaya subyek yang terlibat dalam konseling. untuk itu konselor diharapkan mengetahui aspek-aspek khusus dalam proses konseling dan dalam gaya konseling, agar proses pendampingan menjadi sangat terampil.


Konsep Keslamatan Menurut Iman Kristen


Nama : fileks Talakua


Mengenai definisi syalom atau eirene, damai sejahtera dan juga soteriologi (keselamatan) terdapat berbagai pandangan yang hampir sama, tetapi juga memiliki perbedaan dari berbagai para ahli/teolog. Di dalam teologi sistematik, istilah syalom selalu berhubungan dengan soteriologi mengenai suatu keadaan yang ideal, aman, damai, tenang. Hal ini dipahami sebagai suatu pemberian yang berasal dari Allah dan dalam sebuah perencanaan untuk menolong setiap orang,  yang lemah, berdosa/kesalahan dan membawa mereka kepada sebuah keadaan yang damai, abadi bersama Tuhan. Eirene Kristen seperti yang telah dikemukan selalu menghadirkanYesus sebagai pemberi damai sejahtera.
DR. C. Groenen,[1] mewartakan damai sejahtera (Eirene, syalom), umat Kristen terutama para pemimpinnya, selalu mewartakan damai sejahtera, eirene dengan berbagai bentuk istilah, ungkapan dan lambang. Umat Kristen terus berkata, bahwa manusia oleh Allah melalui Yesus Kristus sudah menerima damai sejahtera (eirene), asal saja mau percaya. Hal ini menunjukkan bahwa damai sejahtera, syalom, eirene telah dihadirkan melalui Yesus Kristus namun dibutuhkan pertobatan dari manusia agar dapat memulihkan kembali hubungannya dengan Allah.
 John G. Reisinger mengungkapkan empat point penting yang berhubungan dengan damai sejahtera yang diyakini oleh umat Kristiani :
1.      Seorang manusia mesti menyesal, bertobat serta percaya kepada Injil untuk diselamatkan
2.      Semua yang menyesal, bertobat, dan percaya pada Injil akan diselamatkan
3.      Pertobatan dan iman merupakan tindakan manusia secara tulus (dalam hal menerima Kristus)
4.      Alkitab menyatakan bahwa manusia mesti menyesal, bertobat dan percaya untuk menerima damai sejahtera, tetapi juga dengan tegas menyatakan bahwa dosa alami manusia (pada saat Adam), tidak dapat dihapuskan.
Namun, apakah damai sejahtera (Syalom, Eirene) hanya bersifat pengampunan dan pertobatan secara vertikal? Hal ini muncul sebagai akibat dari kegelisahan misi syalom seperti itu tidak dapat menjawab realitas hidup manusia di dunia. Jika demikian, maka damai sejahtera selalu berkaitan dengan Allah. Di dalam Alkitab terdapat rangkaian sejarah istilah syalom yang diperuntukkan bagi umat manusia. Selain itu, syalom juga mengandung kesejahteraan baik lahir mau pun batin, baik di dunia mau pun di akhirat.
 Tom Jakobs[2] menyatakan bahwa menyatakan bahwa Yesus, yang penuh Roh Allah, adalah perwujudan syalom Allah (keselamatan). Keselamatan itu pasti mempunyai arti eskatologis, tetapi sudah menjadi riil sekarang dalam tindakan Yesus untuk menyelamatkan orang. Keselamatan tersebut mempunyai arti Alkitabiah yakni damai sejahtera (eirene).
Menurut johanes calvin Keselamatan. Calvin sangat menekankan keyakinan bahwa keselamatan diperoleh hanya karena kasih karunia melalui iman (sola gratia dan sola fide). Selanjutnya, Calvin mengembangkan ajaran tentang keselamatan ini dalam suatu wawasan yang dikenal dengan istilah “predestinasi.” Secara sederhana predestinasi berarti bahwa jumlah dan jati diri dari orang-orang yang terpilih, yakni mereka yang diselamatkan sudah ditetapkan Allah yang berdaulat sebelum dunia diciptakan. Tentang hal ini muncul berbagai tanggapan. Perhatikanlah bagaimana Jacobus Arminius menanggapi wawasan “predestinasi” Calvin dan perbedaan antara keduanya :
Calvinisme dan Arminianisme adalah dua sistim teologi yang berupaya menjelaskan hubungan antara kedaulatan Tuhan dan tanggung jawab manusia dalam kaitannya dengan keselamatan. Calvinisme dinamai menurut John Calvin, teolog Perancis yang hidup dari tahun 1509 – 1564. Arminianisme dinamai menurut Jacobus Arminius, teolog Belanda yang hidup dari tahun 1560 – 1609.
Calvinisme berpegang pada kejatuhan total sementara Arminianisme berpegang pada kejatuhan sebagian. Kejatuhan total mengatakan bahwa semua aspek kemanusiaan sudah dikotori oleh dosa, karena itu manusia tidak dapat datang kepada Tuhan dengan kemauannya sendiri. Kejatuhan sebagian mengatakan bahwa setiap aspek kemanusiaan dikotori oleh dosa, tapi tidak sampai pada taraf di mana manusia tidak dapat beriman pada Tuhan dengan kehendaknya sendiri
Calvinisme berpegang pada pemilihan yang tanpa syarat sementara Arminianisme berpegang pada pemilihan bersyarat. Pemilihan tanpa syarat percaya bahwa Allah memilih orang-orang yang diselamatkan berdasarkan kehendakNya semata-mata, bukan berdasarkan apa yang ada pada individu-individu. Pemilihan bersyarat percaya bahwa Allah memilih invididu-individu untuk diselamatkan berdasarkan pengetahuan Allah mengenai siapa yang akan menerima Yesus sebagai Juruselamat.
Calvinisme berpegang pada penebusan yang terbatas sementara Arminianisme percaya pada penebusan yang tidak terbatas. (Dari ke lima poin, ini adalah yang paling kontroversial). Penebusan terbatas adalah kepercayaan bahwa kematian Yesus hanyalah bagi umat pilihan. Penebusan tak terbatas percaya bahwa Yesus mati bagi semua orang, namun kematiannya tidak akan efektif sampai orang yang bersangkutan percaya
Calvinisme berpegang pada anugrah yang tak dapat ditolak sementara Arminianisme berpegang pada anugrah yang dapat ditolak. Anugrah yang tidak dapat ditolak mengatakan bahwa ketika Tuhan memanggil orang untuk diselamatkan, pada akhirnya orang tsb akan datang kepada keselamatan. Anugrah yang dapat ditolak mengatakan bahwa Tuhan memanggil semua orang kepada keselamatan, namun banyak orang bersikeras dan menolak panggilan ini.
Calvisnisme berpegang pada ketekunan orang-orang kudus, sementara Arminianisme berpegang pada keselamatan yang bersyarat. Ketekunan orang-orang kudus merujuk pada konsep bahwa seseorang yang telah dipilih Allah akan bertahan dalam imannya dan tidak akan pernah menolak Kristus atau berbalik daripadaNya. Keselamatan yang bersyarat adalah pandangan bahwa seseorang yang percaya pada Kristus, dapat, dengan kehendak bebasnya, berbalik dari Kristus dan karena itu kehilangan keselamatan.
Konteks
Dari berbagai macam pandangan di atas bila kita melihat salah satu konteks yang ada dalam realita saat ini misalnya pada konteks peperangan yang terjadi di salah satu kepulauan di Saparua yakni desa Porto dan Haria yang mana pertikaian kedua dosa ini sudah berlangsung cukup lama. Pertanyaannya konsep keslamatan seperti apa yang ditampilkan pada konteks ini?, dalam kitab PL peperangan yang terjadi menghadirkan syalom yang di artikan sebagai keadaan aman, hal ini bisa juga dipakai dalam konteks peperangan kedua desa ini, namun perlu diperhatikan hal yang lain adalah bagaiman kita sebagai pengikut Kristus ini menyikapi keslamatan yang ada disana?. Upaya-upaya keslamatan yang dilakukan bukan lagi hanya berfikir karena persoalan yang terjadi tidaklah semudah yang tertulis dalam buku. Banyka penderitaan, banyak ketakutan, dan banyak tangisan yang terjadi. Namun kita sebagai sesama saudara kristiani masih tetap duduk diam, mebisu. Inikah keslamatan?. Pemuda kristiani, dan berbagai macam organisasi marilah kita mengartikan keslamatan dalam konteks seperti ini. Sehingga kedamaian itu terwujud dan menghadirkan Syalom Allah dalam hidup kita dan kedua desa ini.
Konteks yang lain juga adalah kemajemukan dimana banyak terdapat perbedaan pandangan keslamatan dari pemikiran masyarakat yang tergolong dalam beberapa agama. Jika bertolak dari pemikiran Calvin maka pandangan kita sebagai umat kristiani yang sudah menerima keslamatan kemudian meresponinya dalam kehidupan yang plural, hal ini perlu dikritisi terhadap pandangan calvin yang mengatakan bahwa diluar Kristen tidak ada keslamatan, karena hal ini bersifat sangat eksklusif. Umat kristen saat ini lebih menerima berbagai macam perbedaan dan mengakui berbagaia macam pandangan keslamtan oleh tiap-tiap Agama. Hal yang perlu dilihat kemudian adalah bagai mana iman itu bekerja untuk meyakini iman kita yang bahwa keslamatan itu ada. Bagi pemikiran kristen sendiri tentang keslamtan adalah bukan hanya percaya tetapi bagaimana mengaplikasikan iman kristen yang sudah diselamtkan ini kepada seluruh umat atau masyarakat agar menghadirkan Syalom Allah yang baik. Untuk itu mari kita meresponikeselamatan dengan perbuatan dan bukan bersifat eksklusif untuk mengatakan keslamatan hanya milik kita sebagai umat pilihan.


[1] C. Groenen, Soteriologi Alkitab: Keselamatan yang Diberitakan Alkitab, Yogyakarta: Kanisius, 1986, hlm. 1
[2] Tom Jakobs, Siapa Yesus Kristus Menurut Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius, 1982, hlm. 125

Senin, 08 Agustus 2011

Kerja (supir angkot) yang dikaji dengan menggunakan teori Karl Marx tentang kerja dan keterasingan dalam pekerjaan”


Bab I
Pendahuluan


Setiap individu atau kelompok memiliki tujuan hidup yang lebih baik. Dan untuk mencapai tujuan itu, maka setiap individu atau kelompok mesti memiliki cara atau metode tertentu. Dan salah satu cara yang mutlak adalah harus bekerja. Bekerja menjadi hal penting untuk menunjang hidup individu atau kelompok. Kemudian, mengapa sekarang bekerja menjadi masalah sosial? ‘Keterasiangan’  ya, keterasingan yang menjadi dasar bagi masalah sosial (kerja) yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.
Bekerja berarti bahwa manusia mengambil bentuk alami dari objek yang alami dan memberikan bentuknya sendiri. Bagi petani yang kecakapannya terlihat atau tercermin dalam sawah yang menghijau, bagi tukang las, para ilmuan, bagi ibu yang memasak, adalah suatu kenyataan manusia yang alami.
Manusia selalu melahirkan kekuatan-kekuatan hakekatnya kedelam realitas alami. Dengan demikian alam menjadi alam manusia, mencerminkan siapa manusia itu, membuktikan realitas  hakikat manusia itu.
Makna pekerjaan itu recermin dalam perasaan bangga. keringat yang tercurah tidak berarti apa pun, ketika dihadapkan dengan kebanggaan melihat hasil pekerjaan kita.
Dan isu kerja ini diangkat kemudian, dikaji dengan teori Karl Marx tentang kerja dan keterasingan dalam pekerjaan, karena bagi saya pekerjaan merupakan suatu bagian dalam perkembangan maupun pertumbuhan manusia. Dalam pekerjaan, manusia akan hidup karena  hasil  kerjanya. Dan begitu pula sebaliknya manusia hidup dalam pekerjaannya. Seoarang manusia tidak akan memperoleh kehidupan dan melewati sengitnya perlawanan Alam jika manusia tersebut hanya tetap berdiam diri, dan berpangku tangan dalam melewati proses kehidupan secara terus menerus. Dari hal-hal ini maka yang dapat disimpulkan adalah pekerjaan merupakan jantung, atau hal pokok bagi  hidup setiap manusia untuk menjadi manuasia yang manusiawi.
Pekerjaan sebagai hidup manusia pasti memiliki hubungan yang erat dengan hakekat manusia dan yang sangat mendasar adalah perjuangan memperoleh suatu kebutuhan hidup manusia yang bahagia.  Perjuangan ini di barengi dengan kerja. Kerja adalah suatu realita hidup yang penuh dengan berbagai macam persoalan dan kenyataan. Entah itu kenyataan yang baik atau buruk. Hal seperti inilah yang membuka mata seorang tokoh radikal dan sosialis, yaitu Karl Marx. Dalam pemikirannya yang menekankan fenomenologi manusia khususnya berkaitan dengan ekonomi manusia. Dan yang dipertanyaakan dalam tulisan ini adalah, Apakah pekerjaan itu mampu membawa manusia pada pengembangan diri dan memperoleh kebahagiaan?, ataukah sebaliknya pekerjaan itu sangat membelenggukan manusia?.

Bab II

Kehidupan supir angkutan kota yang sarat tujuan namun miskin akan makna. Masalah ini diambil karena berbagai macam pertimbangan dan sesuai dengan pengalaman saya sendiri, di mana kehidupan saya diringi di tengah-tengah masyarakat yang hampir 30% adalah supir angkot. Masalah ini patut di lihat karena banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang menyebabkan banyak pemuda harus putus sekolah dan meninggalkan rumah orang tua mereka agar mendapatkan uang, yang bagi meraka adalah tujuan hidup. Selain hal-hal ini kehidupan supir angkot menjadi suatu sorotan yang perluh dilihat karena harus bekerja suntuk menafkai keluarga meraka namun juga harus berpacu dengan begitu banyak pekerjaan lainnya agar mendapatkan setoran yang kemudian diberikan kepada para  pemilik angkot (kapitalis).  Bila dilihat sekilas ada canda tawa dalam setiap pekerjaan mereka namun tak sedikit pula wajah muram dan penuh beban yang juga ditampilkan.
Dan teori Marx tentang kerja dan keterasingan ini menjadi suatu pilihan yang sangat tepat untuk menganalisis pekerjaan supir angkot ini. Teori ini dipilih oleh saya karena ada kesesuaian, sekalipun konteks awal yang Marx angkat bagi teori ini adalah untuk kaum buru namun sebenarnya para pengemudi angkutan kota ini juga mengalami permasalahan yang tidak jauh berbada dengan realita buru yang harus berjuang ditengah-tengah kaum kapitalis.
Nampak dalam realitas supir angkot yang ada di kota ambon ini, mereka banyak mengalami keterasingan-keterasingan dalam pekerjaannya. Dalam pekerjaan ini, supir angkot bisa dikatakan sebagai buru, atau bisa juga disebut budak. Mereka bekerja untuk majikan atau tuannya. Sama halnya dengan kaum buru yang dibahas oleh karl marx di jerman. Supir angkot satu hari harus mencari dan mensetor uang kurang lebih Rp150.000-250.000. padahal untuk mendapatkan uang sebanyak itu, mereka harus mengorbankan tubuh, jiwa, dan raganya. Untuk lebih lengkap dalam melihat fenomena ini maka kita akan membahasnya dalam pembahasan selanjutnya.

Bab III
Pembahasan
Sebelum kita menganalisi masalah yang ada dengan teori yang dipilih untuk itu kita perlu melihat sedikit penjelasan tentang teori  pekerjaan dan keterasingan atau alienasi menurut Karl Marx sendiri. Setelah itu kita akan masuk dalam pemaparan masalah, dan akhirnya melakukan analisis terhadap teori dan isu.

·         Pekerjaa menurut Karl Marx
Bagi Marx, pekerjaan adalah tindakan manusia yang paling mendasar. Dalam pekerjaan manusia membuat dirinya menjadi nyata. Setiap manusia pasti melakukan pekerjaan. Aktifitas manusia yang paling tersembunyi seperti, berfikir, menghayal maupun kegiatan kasat mata contohnya bercocok tanam, bersepeda, dan berjalan merupakan suatu pekerjaan. Tidak jarang manusia berusaha mencari dan mendapatkan pekerjaan itu. Boleh dikatakan pekerjaan merupakan hasrat lahiriah manusia. Keberadaan manusia disertai kodrat untuk melakuka pekerjaan ini. Sehingga manusia tidak bisa mengingkari kodrat pekerjaan.
Pekerjaan sebagai suatu kodrat manusia tidak ada dalam makhluk hidup yang lain seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan. Intinya Marx mangatakan dalam bahasanya, “pekerjaan sebagai suatu kekhasan manusia. Oleh karena pekerjaan sebagai suatu kekhasan untuk membedakan dirinya dengan makhluk lain maka setiap orang berusaha melakukan pekerjaannya dengan penuh tanggung jawab”. Manusia mengidentifikasikan dirinya dengan pekerjaan. Kemudia Marx mengemukakan pekerjaan merupakan sarana obyektifitas diri manusia. Pekerjaan sebagai objek menjadi sarana untuk mengungkapkan  kemampuan dan bakatnya. Manusia bisa mengaktualisasikan dirinya dalam pekerjaan. Sehingga ketika seseorang tidak menghargai atau melecehkan hasil pekerjaan orang lain maka ia akan merasa dirinya dilecehkan atau direndahkan. Selanjutnya pekerjaan itu sungguh mempunyai makna bagi manusia itu. Hasil pekerjaan manusia turut memberikan pengaruh yang amat besar bagi kehidupan manusia baik secara fisik demi pertumbuhan badannya maupun kebutuhan psikis (kepuasan batinnya). Selain pekerjaan itu bermakna bagi diri manusia sendiri, tetapi pekerjaan itu juga memiliki keterkaitan dengan sifat dasar manusia sebagai makhluk sosial.
Melalui pekerjaan manusia membuktikan diri sebagai makhluk sosial. Tidak mungkin setiap orang menghadirkan sendiri segala sesuatu yang dibutuhkannya. Pekerjaan kita membuat orang lain gembira. Kita merasa berarti karena tahu bahwa kita berarti bagi orang lain. Tanpa mengenal waktu dan ruang. Misalnya sebuah buku bisa dikonsumsikan oleh setiap orang baik yang tua maupun muda seturut kapasitas baik, pada masa lampau, sekarang maupun  masa yang akan datang.

·         Keterasingan atau alienasi kerja menurut Karl Marx
Karl Marx berkata, “bagi kebanyakan orang dan khususnya bagi para buru industri dalam sistem kapitalisme, pekerjaan tidak merealisasikan hakikat mereka melainkan mengasingkan mereka”. Pekerjaan menjadikan manusia terasing dengan dirinya sendiri. Semakin maniusia (buruh) itu sibuk dan terlarut dalam pekerjaannya dan tidak pernah merileksasikan badan dan jiwa, apalagi tidak punya waktu untuk merefleksikan pekerjaannya, maka dunia batinnya kosong, kering dan jenuh.
Ada tiga segi keterasingan dalam diri pekerja. Pertama, segi produk. Produk kerjanya bukan untuk dirinya sendiri melainkan untuk si pemilik perusahan (kapitalis). Kedua, tindakan kerja kehilangan maknanya. Kerja bukanlah suatu tindakan bebas namun atas paksaan demi suatu upah. Ketiga memperalat pekerjaan demi pemenuhan kebutuhan hidup bukan suatu aktualisasi diri untuk pengembangan diri dalam memperoleh kebahagiaan. Keterasingan terhadap diri mengakibatkan hubungan personal di antara sesama manusia akan terganggu. Seseorang akan lebih mengarahkan seluruh perhatiannya demi pemenuhan kepentingan diri dan mengabaikan orang lain sebagai relasi sosial, dan  yang terjadi sejauh hubungan ini  mendatangkan keuntungan. Misalnya menjalin relasi antara buruh dengan pemilik modal, penjual dengan pembeli dan lain-lain. Boleh diartikan bahwa relasi yang terjadi hanya bersifat fisik dan permukaannya saja tanpa keterlibatan hati. Masyarakat industri merupakan periode, dan hidup adalah suatu periode yang didominasi oleh persaingan dan pertentangan. Pertentangan kepentingan antara kapitalis dengan kaum buru menjadi permasalahan pokok dan utama. Para kapitalis menginginkan keuntungan yang besar dengan menekan upah kaum buru dan memperpanjang jam kerja. Sedangkan kaum buruh atau pekerja menginginkan upah yang cukup demi pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Dengan demikian kaum kapitalis maupun kaum buruh bersama-sama ingin mencari keuntungan. Terjadilah persaingan antara sesama kaum buruh. Sikap loyalitas dan pengabdian menjadi tuntutan agar mendapatkan upah yang baik dan lebih lagi agar mendapatkan reputasi baik dari para majikan agar tidak di-PHK- kan (pemutusan hubungan kerja). Sementara di antara para kapitalis terajdi persaingan agar bisa merebut pasar dengan keuntungan yang besar. Dengan demikian manusia menjadi terasing dengan dirinya maupun sesama. Persaingan menjadi ciri khas relasi manusia masyarakat industri. Marx juga melihat bahwa persaingan ini merupakan keterasingan. Tanda keterasingan adalah uang. Manusia tidak lagi bertindak demi sesuatu yang bernilai pada diri sendiri atau demi kebutuhan sesama, melainkan sejauh tindakannya menghasilkan uang. Sikap individualisme san egoisme akan tampak. Inilah kekhasan masyarakat industri. Usaha untuk meraih kepentingan pribadi menjadi hal yang utama.
Karl Marx menganalogikan hubungan yang tidak terasing, seperti hubungan indah antara laki-laki dengan perempuan. Hubungan ini bersifat langsung, dan alami. Dalam hubungan yang alami ini, hubungan manusia dengan alam langsung menjadi hubungan dengan manusia, sebagaimana hubungan manusia langsung dengan alam. Dalam cinta laki-laki dan perempuan saling menjadi kebutuhan yang alami dan terciptanya kegembiraan demi pemenuhan kebutuhan tanpa melirik pada pemenuhan keuntungan egoisnya sendiri. Apabila dua orang saling mencintai maka mereka ingin saling membahagiakan.

·         Pemaparan masalah
Seperti yang telah dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya isu kerja ini menjadi suatu pokak yang sangat penting ketika kita akan melihat permasalahan yang ada dalam realita supir-supir angkot yang sarat akan tujuan namun miskin akan makna. Dari realita kehidupan yang bertahun-tahun dialami oleh saya dalam lingkungan pengemudi (termasuk ayah saya sendiri). Banyak hal yang terjadi, kebanyakan pengemudi supir angkot ini memiliki tingkat pendidikan di bawah rata-rata meskipun ada sebagian kecil yang mencapai bangku kuliah namun tidak sedikit juga, para pemuda yang harus putus sekolah agar mendapatkan tujuan mereka yaitu uang yang banyak. Awalnya dipikirkan sebagai ajang coba-coba dan melihat bagaimana sulitnya ayah, teman, dan saudara mereka mengemudikan angkutan kota. Namun karena diperhadapkan dengan uang yang sangat banyak akhirnya kecanduan dan menyebabkan pemuda-pemuda ini harus putus sekolah.
Jika dilihat dari sisi yang lainnya yaitu, kehidupan para pengemudi yang sudah puluhan tahun mengemudikan mobil demi menafkai kehidupan keluarga mereka, menyekolahkan anak mereka, dan sebagainya harus berhadapan dengan uang setoran yang cukup besar tergantung tipe angkutan apa yang dikemudikan. Selain itu persaingan pun terjadi antara pengemudi-pengemudi ini bila ada dalam satu kepemilikan maka, akan berlomba-lomba untuk memberikan uang setoran. Mana yang banyak dan mana yang sedikit untuk mendapatkan hati seorang pemilik angkutan kota ini. Ada juga isatilah yang biasa kita kenal denga supir tetap dan supir bantu. Kedua realitas ini sebenarnya membingungkan karena hasil kerja yang didapatkan bukan lagi dibagi berdua antara pemilik dan pekerja tetapi dibagi bertiga karena harus dibagi dengan pembantu pekerja, sebut saja demikian namun pemilik tetap memiliki jata yang lebih banyak (uang setoran). Selain hal-hal di atas ada juga hal yang pasti sudah diketahui oleh kita, yaitu pemungutan liar oleh para penegak hukum. Katanya uang tutup mulut agar tidak diswiping. Ini adalah sedikit realita yang tealh disampaikan maka dari pemaparan masalah ini, apakah ada hal yang bisa dimaknai oleh para supir angkot ataukah yang penting tujuannya mendapatkan uang agar bisa menafkai keluarga dan memberikan setoran kepada pemilik angkot, Tanpa memikirkan kesenangan pribadi mereka. Dan untuk kelanjutannya kita akan mencoba menganalisis masalah dan realita yang terjadi dengan teori Karl Marx.

·         Analisi teori dan isu
Dalam pemaparan Marx tentang keterasingan manusia maka yang dapat kita lihat bahwa, ternyata supir angkot yang ada bisa dikatakan mengalami keterasingan kenapa demikian karena pekerjaan yang mereka lakukan selama enam hari dalam seminggu, waktu pagi sampai malam harus berkecamuk dengan pekerjaan yang mereka geluti dan dalam pemikiran mereka hanyalah untuk membayar setoran dan menafkai kehidupan keluarga mereka. Dari semua hal ini tidak jelas kapan mereka berefleksi tentang pekerjaan tersebut, waktu berkumpul bersama keluarga pun menjadi suatu hal yang sebenarnya cukup sulit.
Tiga keterasingan dalam diri pekerja yang dipaparkan oleh Marx, bila dilihat dalam pekerjaan supir angkot maka yang akan kita dapatkan adalah segi produk, yang mana produk kerjanya bukan bagi dirinya sendiri karena harus memberikan uang setoran bagi pemilik perusahan atau angkutan yang dibawanya. Dan kerja yang dilakukan ini bukanlah suatu tindakan yang bebas untuk kesenangan diri tetapi memiliki unsur paksaan yang memiliki tujuan dibalik semua itu yaitu upah. Dan upah ini adalah uang, seperti yang telah dipaparkan oleh Marx sendiri bahwa uang adalah tanda keterasingan.  Hal ini membuktikan keterasingan kedua yang dipaparkan oleh Marx. Keterasingan yang ketiga, yang mana ketika pekerjaan sudah dianggap sebagai alat bagi pengemudi angkutan kota dan sebagai pemenuhan kebutuhan bagi keluarga mereka dan tidak dianggap sebagai pengaktualisasian diri untuk memperoleh suatu kebahagian dalam diri.
Keterasingan-keterasingan seperti ini khususnya dalam diri mengakibatkan para supir angkot akan mengalami gangguan terhadap hubungan personal. Di mana, demi mendapatkan keuntungan maka akan mengabaikan relasi sosial dengan orang lain. Misalnya menjalin relasi antara pemilik angkot dan pengemudi sendiri tidak secara emosional dalam bentuk hati namun fisik saja dengan cara memberikan setoran di atas rat-rata agar tetap dipertahankan dan menjadi supir tetap. Sedangkan pemilik angkot hanya memikirkan keuntungan yang besar, namun pengemudi angkot yang lainnya akan mengalami guncangan yang cukup kuat karena memberikan setoran lebih kecil dari pengemudi angkot lainnya. Hingga terjadi persaingan antara pengemudi dan pemilik dan juga pengemudi A dan pengemudi B. Suatu pengapresiasian yang baik bagi seorang pengemudi yang belum berkeluarga. Namun ketika seorang pengemudi yang lainnya harus bergumul dengan kehidupan dan biaya hidup anak dan isterinya. Intinya pengemudi yang setorannya di bawah rata-rata ini akan mengalami reputasi yang buruk dari pemilik angkot sehingga terancam di pecat. Hal-hal seperti ini lah yang menyebabkan pengemudi akan mengalami keterasingan bukan hanya dengan dirinya tetapi juga dengan orang lain. Dan bila melihat pemikiran Marx maka persaingan yang terjadi merupakan suatu keterasingan. Maka pengemudi tidak lagi melakukan pekerjaan demi sesuatu yang memiliki makna atau nilai namun sejauh tindakannya untuk mencapai tujuan, yaitu uang.
Dari realita seperti inilah sikap individualisme dan egoisme akan terlihat. Usaha pengemudi untuk meraih kepentingan pribadi menjadi hal yang sangat diutamakan.  Maka dari semua ini hasil analisis teori dan isu tentang kerja yang diangkat serta masalah dalam realita supir angkot adalah para pekerja supir angkot masih banyak yang mengalami suatu keterasingan terhadap pekerjaan diri sendiri maupun orang lain.


Bab IV
Penutup

a). Saran
Saran yang perlu dilihat dalam penjelasan-penjelasan di atas adalah pekerjaan seharusnya bukan dilihat dalam bentuk uang saja tetapi bagaimana kepuasan yang kita dapat. Namun permasalahannya bagaimana mendapatkan kepuasan itu. Ketika keadaan ditengah-tengah kehidupan supir angkot ini penuh dengan berbagai macam persaingan, dari persaingan seperti ini menimbulkan keterasingan antara pemilik dan pekerja karena itu butuh jalan keluar yang perlu ditawarkan, bagi Marx penghapusan upah menjadi jalan keluar dan penhapusan kapitalisme, yang ada hanya kaum biasa atau masyarakat umum. Dengan demikian setiap orang melakukan pekerjaan demi kepentingan umum. Namun disini pemerintah juga harus sistem kerja yang bisa mengembangkan kepribadian manusia agar manusia yang adalah pekerja  memperoleh kebahagiaan. Namun hal yang perlu diperhatikan juga adalah pengaturan jam kerja bagi para pengemudi ini agar waktu berkumpul bersama keluarga dapat sedikit intensif. 

b). Kesimpulan
Dari beberapa penjalasan yang telah disampaikan maka kesimpulan yang dapat kita lihat dari argumentasi Karl Marx tentang pekerjaan dan keterasingan bagi pekerjaan seorang supir angkot atau pengemudi ini adalah. Pertama, pekerjaan dan keterasingan dalam pekerjaan merupakan suatu tindakan aktualisasi diri yang supaya manusia bisa berkembang dan bahagia. Kedua, keterasingan dalam pekerjaan (supir angkutan kota) seringkali terjadi dalam ruang lingkup masyarakat industri. Dalam hal ini ada pemilik angkot sebagai pemilik modal (kapitalis) dan pengemudi sebagai pekerja. Ketiga, upahan (uang) merupakan penyebab keterasingan dalam pekerjaan. Keempat, hubungan karena upahan (uang) mengakibatkan terjadi suatu perselisihan.