PEMBAHASAN
A. Dinamika Masyarakat dan Transformasi Kebudayaan
Disadari atau tidak, dinamika masyarakat berlangsung begitu cepat. Dinamika masyarakat dan transformasi sosio-kultural disebabkan oleh kemajuan peradaban manusia, terutama kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peradaban masyarakat dunia, mengalami beberapa gelombang transformasi, dimulai dengan peradaban agrikultural dan industrial baru kemudian peradaban informasi. Peradaban informasi ini, melahirkan era “globalisasi”. Dalam era globalisasi ini, manusia mengalami perubahan yang begitu cepat dalam segala hal. Globalisasi meningkatkan pluralitas dalam segala hal, meningkatkan mobilitas baik dalam hal arus barang, layanan, modal, ide, budaya, manusia dan sebagainya. Dengan demikian, globalisasi memungkinkan pertemuan manusia dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda, dalam satu lokasi atau wilayah. Dalam era globalisasi ini, manusia mengalami perubahan yang begitu cepat dalam segala hal. Misalnya, dari aspek ekonomi, berkembang perdagangan bebas, kerja sama regional dan internasional. Dalam aspek politik, proses globalisasi merupakan proses demokratisasi dan muncul kesadaran akan penegakan HAM, dan banyak contoh lain.
Menghadapi dinamika dan perubahan tersebut, tidak semua masyarakat memiliki kemampuan yang sama. Ada masyarakat yang dapat menyesuaikan, mengantisipasi dan menghadapi perubahan, tetapi ada pula yang tidak mampu. Sehingga, menyebabkan mereka mudah mengalami ketegangan dan tidak tahu arah. Bersama perubahan yang besar dan cepat dalam masyarakat, terbawa pula perubahan budaya dengan nilai-nilainya. Melihat adanya dinamika yang terjadi dalam masyarakat dan transformasi budaya tersebut, maka konseling lintas budaya atau konseling multi budaya (counseling a cross culture) menjadi nyata relevansinya dan urgensinya untuk diterapkan dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Karena itu, Mukthar Bukhori menyarankan bahwa layanan BK mengenai transformasi sosial, budaya, yaitu layanan BK yang terkait dengan adanya perubahan sosial budaya, serta mempertimbangkan kondisi sosial budaya.
B. Latar Belakang Konseling Lintas Budaya
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memicu lajunya perkembangan peradaban manusia, yang berdampak pada mobilitas penduduk, modal, nilai dan ideologi dsb. dari suatu tempat ke tempat yang lain. Akibatnya, tercipta suatu pemukiman dengan beragam budaya. Keragaman budaya ini pada kondisi normal dapat menumbuhkan keharmonisan hidup, namun dalam kondisi bermasalah dapat menimbulkan hambatan dalam berkomunikasi dan penyesuaian antar budaya.
Adanya keragama budaya merupakan realitas hidup, yang tidak dapat dipungkiri mempengaruhi perilaku individu dan seluruh aktivitas manusia, yang termasuk di dalamnya adalah aktivitas konseling. Karena itu, dalam melakukan konseling, sangat penting untuk mempertimbangkan budaya yang ada. Namun, dalam kenyataannya, kesadaran budaya dalam praktek konseling masih sangat kurang. Hal ini sangat berbahaya konseling yang tidak mempertimbangkan budaya klien yang berbeda akan merugikan klien. Menurut Freire, pendidikan yang tidak melihat budaya klien adalah pendidikan yang menindas. Kesadaran budaya harus menjadi tujuan pendidikan, termasuk konseling yang lebih mengena.
Dua komponen pokok dalam konseling yaitu klien dan konselor. Hubungan klien dan konselor selalu dipengaruhi oleh budaya dan latar belakang sejarah klien dan latar belakang sejarah konselor. Komponen lain yang juga penting dalam konseling yaitu teori, tempat layanan dan proses konseling. Tempat layanan konseling berlangsung juga mempunyai nilai budaya sendiri yang juga penting dipertimbangkan dalam melakukan konseling.
Seluruh komponen konseling ini membentuk proses konseling dan perumusan tujuan konseling yang diwarnai budaya klien, konselor, lingkungan dan teori yang digunakan. Dalam perkembangannya, hampir selalu menggunakan pendekatan yang sarat nilai-nilai barat, karena itu pendekatan yang digunakan tidak selalu efektif dipraktekkan, terutama dalam setting yang berbeda dengan budaya barat. Kenyataan seperti ini yang mendorong beberapa tokoh konseling (1970) untuk mengembangkan konseling lintas budaya.
Dari uraian ini, dapat disimpulkan beberapa latar belakang perlunya konseling lintas budaya:
· Adanya kecenderungan budaya global dan transformasi budaya sehingga
masyarakat semakin majemuk dengan keragaman budayanya
· Setiap budaya membentuk pola kepribadian, pola bertingkah laku secara
khusus, termasuk dalam proses konseling
· Adanya proses akulturasi atau percampuran antar budaya
· Adanya berbagai keterbatasan, hambatan dalam praktek konseling yang
selama ini dilakukan, terutama pendekatan-pendekatan yang sarat nilai-nilai
barat, yang kurang mempertimbangkan aspek budaya yang lain
· Adanya berbagai pendekatan konseling yang bersumber dari nilai-nilai budaya asli masyarakat dan berkembang dalam praktek konseling di masyarakat
C. Pengertian konseling lintas budaya
Sekitar tahun 1970 gagasan tentang konseling lintas budaya ini mulai muncul namun belum begitu dikenal karena tulisan-tulisan tentang konseling lintas budaya masih sangat minim, sehingga formulasi yang mapan belum ditemukan. Dampak dari hal ini maka orang-orang mulai menyalah artikan konseling lintas budaya, mengkritisi dan sebagian orang bersikap skeptis.
Bila dilihat secara singkat dan membaginya dalam dua istilah maka konseling lintas budaya diartikan sebagai konseling yang dilakukan dalam budaya yang berbeda. Dalam kutipan para ahli, Tolbert, Belkin dan Brammer mengemukakan bahwa pada umumnya koseling menekankan pada permasalahan dan penghargaan pada keunikan klien, penentuan diri sendiri, nilai kebebasan, aktualisasi, potensi, orientasi masa depan, peningkatan martabat semua tanpa melihat budaya .
Ada beberapa elemen yang sama bila dilihat dalam mendefenisikan konseling, antara lain:
Ø Konseling adalah hubungan antar pribadi,
Ø Konseling adalah suatu proses,
Ø Konseling dirancang untuk membantu induvidu membuat keputusan
dan memecahkan masalah, dan
Ø Dalam konseling terlibat dua orang atau lebih yang di dalamnya, yaitu
konselor dan klien.
Dari pengertian-pengertian di atas tidak terlihat secara eksplisit kata kebudayaan disebutkan dalam defenisi konseling, namun kenyataan yang ada kita adalah manusia yang hidupdi dalam budaya tertentu, bahkan menjadi pelaku-pelaku dalam proses konseling karena itu dapat dikatakan kebudayaan itu ada dalam individu-individu yang terlibat dalam konseling, bahkan segala aspek dalam konseling terkait dengan budaya.
Dalam konseling lintas budaya ada juga permasalahn yang muncul yaitu perbedaan pengertian. Misalnya, ada beberapa parah Ahli yang mengemukakan bahwa proses konseling lintas budaya adalah konseling yang diberikan kepada mereka yang sama budayanya dengan konselor, namun memiliki peranan yang berbeda. Disisi lain salah seorang ahli mengemukakan bahwa konseling lintas budaya terjadi apabila suatu proses konseling terdapat perbedaan budaya antara konselor dan klien. Perbedaan antara keduanya muncul sebagai suatu proses hasil sosialisasi dalam kebudayaan yang berbeda (locke, 1990).
Asumsi dasar konseling lintas budaya adalah bahwa individu yang terlibat dalam konseling itu hidup dan dibentuk oleh lingkungan budaya, baik keluarga maupun masyarakat. Perbedaaan yang dimiliki sebenarnya meliputi berbagai macam hal misalnya agama, jenis kelamin, pekerjaan, suku bangsa dan lainnya. Disamping itu faktor masyarakat menjadi hal yang begitu penting. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara konselor dan klien bukan hanya mencakup bangsa tetapi juga mencakup aspek kebudayaan yang luas.
Dengan uraian-uraian diatas maka kita dapat mendefenisikan konseling lintas budaya sebagai suatu proses konseling yang melibatkan antara konselor dan klien yang berbeda budayanya, dan dilakukan dengan memperlihatkan budaya subyek yang terlibat dalam konseling. untuk itu konselor diharapkan mengetahui aspek-aspek khusus dalam proses konseling dan dalam gaya konseling, agar proses pendampingan menjadi sangat terampil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar